12 Jan 2013

Proptek




3.3  METODE ANALISIS DAN KERANGKA ANALISIS
                Dalam melakukan analisis ada beberapa metode analisis yang digunakan, antara lain:
a.      Analisis Kuantitatif
Dalam analisis ini data yang digunakan berupa data-data angka yang mana dalam pengolahannya data ini menggunakan rumus-rumus perhitungan yang berupa operasi matematika.Data yang dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis kuantitatif diantaranya adalah data statistik dan data diagram atau grafik. Output dari analisis ini berupa angka. Data yang termasuk dalam data kuantitatif antara lain adalah data kependudukan, data
hasil produksi, data PDRB Kabupaten Kulonprogo,dan data jumlah sarana. Berikut ini ada beberapa analisis yang menggunakan metode kuantitatif:
Analisis kependudukan
Dalam analisis ini yang dibahas terkait tentang data yang berhubungan dengan kependudukan seperti jumlah penduduk, penduduk datang, mati dan lahir, penduduk menurut tingkat pendidikan, penduduk menurut umur, penduduk menurut mata pencaharian.Untuk mengetahui pertumbuhan penduduk menggunakan proyeksi linier dimana mempunyai perhitungan sebagai berikut:
Pt = Po (1+r)n
Pt  = Jumlah Penduduk pada Tahun (Proyeksi)
Po = Jumlah Penduduk Tahun Awal
r    = Laju Pertumbuhan Penduduk
n   = Selisih Tahun Proyeksi dan Tahun Awal
Dengan analisis kependudukan ini dapat memprediksi juga pergerakan penduduk di tahun-tahun mendatang.

Analisis ekonomi
Dalam analisis ini terkait dengan data perekonomian yang meliputi data PDRB time series, dan data hasil produksi. Dalam analisis ini yang dibahas berkaitan dengan sektor ekonomi basis, sektor unggulan, mata pencaharian penduduk dominan, data terkait hasil produksi.. Data yang dibutuhkan meliputi : PDRB Kabupaten Kulonprogo time series, data penduduk menurut mata pencaharian dan data karakteristik perekonomian Kabupaten Kulonprogo yang dibandingkan dengan provinsi DIY . Untuk menegtahui sektor ekonomi yang menjadi basis di Kabupaten Kulonprogo dapat menggunakan analisis LQ, sedangkan untuk sektor unggulan dapat menggunakan analisis gabungan antara LQ dan shift share. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
                   Teknik analisis Location Quotient (LQ), menggunakan rumus sebagai berikut:
 

Keterangan:
LQ  = Location Quotient
ps   = produksi atau kesempatan kerja sektor i, pada tingkat lokal
pl    = produksi atau kesempatan kerja sektor total, pada tingkat lokal
Ps   = produksi atau kesempatan kerja sektor i, pada tingkat regional
Pl    = produksi atau kesempatan kerja sektor total, pada tingkat regional
Sedangkan teknik analisis Shift Share, menggunakan rumusan sebagai berikut:
Text Box: PE	=  KPN + KPP + KPPW
=  (Yt/Yo – 1)  +  (Yit / Yio  - Yt/Yo) +  (yit / yio  - Yit/Yio)
=  [Ra – 1]       +  [ Ri  -  Ra ]              +  [ri  -  Ri]
 



Keterangan:
PE          =  pertumbuhan ekonomi wilayah lokal
Yt           =  indikator ekonomi wil. Nasional, akhir tahun analisis.
Yo          =  indikator ekonomi wil. Nasional, awal tahun analisis.
Yit          =  indikator ekonomi wil. Nasional sektor i, akhir tahun analisis.
Yio         =  indikator ekonomi wil. Nasional sektor i ,awal tahun analisis.
yit           =  indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , akhir tahun analisis.
yio          =  indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , awal tahun analisis.
Jika rumus pergeseran bersih atau PB, sebagai berikut
Text Box: PB   =  KPP +  KPPW

Di mana:
Jika PB ≥ 0  à sektor tersebut progresif
Jika PB < 0  à sektor tersebut mundur

Analisis kebutuhan sarana dan prasarana
Dalam analisis ini terkait dengan jumlah prasarana yang diperlukan yang sesuai dengan standar PU (Pekerjaan Umum), data yang digunakan meliputi data jumlah penduduk dan juga standar kebutuhan sarana dan prasarana. Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan jumlah sarana dan prasarana berdasarkan standar, sebagai berikut:


                   Kebutuhan Sarana dan Prasarana X =        Jumlah Penduduk
                                                                                           Standar sarana dan prasarana

Selain dengan metode diatas analisis sarana juga dapat menggunakan analisis Skalogram-Guttman dan juga Indeks Sentralitas Marshal. Perhitungannya sebagai berikut:
Analisis indeks sentralitas Marshall
Digunakan dengan memberikan bobot pada fasilitasyang ada dan dengan analisis ini dapat ditentukan hierarki dari masing-masing kota.Untukmenentukan nilai sentralitas atau bobot dapat dihitung dari persamaan berikut:Jumlah Kelas = 1+ 3,3 log n
C= 
C : Bobot dari atribut suatu fasilitas
t : Nilai sentralitas gabungan
T : Jumlah total atribut fasilitas

Analisis Skalogram- Guttman
Analisis skalogram biasanya kemudian diberikan tambahan bobot untuk menghasilkananalisis yang lebih baik. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau logaritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanansetiap fungsi dan pusat permukiman yang dihasilkan.Tahapan dalam analisis skalogram yaitu:
·         Identifikasi semua kawasan perkotaan yang ada
·          Perhitungan jumlah penduduk di setiap kawasan perkotaan
·         Identifikasi fungsi-fungsi perkotaan yang ada di setiap kawasan perkotaan
·         Proses tabulasi dan pengurutan, sehingga keluar tabel hirarki pusat permukimanNilai atau tingkat kelayakan nilai pada analisis ini yaitu 0,9- 1. Tingkat kesalahan ini dapat dihitung dengan rumus:
Untuk menentukan kelayakan skalogram maka digunakan rumus perhitungan:
 

                                                   COR = 

COR :koefisien reliabilitas
Total jenis fasilitas             :  jumlah seluruh fasilitas dlm tangga hirarki pusat pelayanan
Jumlah kesalahan               : penyimpangan jumlah luar atau dalam tangga hirarki
Nilai COR yang ideal antara 0,9-1

b.      Analisis Kualitatif
Merupakan data yang berupa deskripsi dan bersifat non numerik.Dalam penerapannya, data kualitatif dapat diolah melalui berbagai metode seperti Analisis Guttman, Analisis Agregat dan Analisis Intra Wilayah. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis deskriptif kualitatif dan analisis komparatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mempermudah dalam penjelasan dan deskripsi wilayah studi.Sedangkan analisis deskriptif komparatif digunakan untuk melihat perbedaan dan persamaan di wilayah studi.
Tabel III.2
Kerangka Analisis
Input
Proses
Output
a.       PDRB time series
b.      Data hasil produksi
a.    Analisis LQ dan Shift Share
b.    Grafik dan Tabel
c.    Analisis agregat dan intra wilayah
a.  Sektor Ekonomi Basis
b.  Sektor Unggulan
c.  Peningkatan/  Penurunan PDRB
a.       Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
b.      Jumlah penduduk berdasarkan umur
c.       Jumlah penduduk lahir, matii dan migrasi
d.      Jumlah kepadatan penduduk
e.      Jumlah penduduk miskin time series
f.        Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
g.      Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraan
a.  Grafik dan Tabel
b.  Pemetaan:
·    Tematik
·    Density
c.  Analisis agregat dan intra wilayah
d.  Analisis Trendline
a.    Mengetahui laju pertumbuhan
b.    Mengetahui daerah persebaran
c.    Mengetaui persebaran kepadatan
d.    Proyeksi penduduk
e.    Mengetahui presentase terbesar
Data jumlah sarana yang meliputi:
a.         Sarana Pendididkan
b.         Sarana Kesehatan
c.         Sarana Peribadatan
d.         Sarana Perdagangan
a.  Analisis Marshall dan Guttman
b.  Pemetaan buffering
a.  Mengetahui kebutuham sarana
b.  Penentuan orde kota
c.  Jangkauan pelayanan
Peta jaringan jalan
Network Analyst
Mengetahui tingkat aksesibilitas
a.       Peta topografi
b.      Peta klimatologi
c.       Peta litologi
Analisis daya dukung lahan
Mengetahui fungsi kawasan
Peta persebaran bangunan time series
Figure Ground
Arah perkembangan wilayah dan presentase laju pertumbuhan
Data ketersediaan prasarana yang meliputi:
a.       Air bersih
b.      Persampahan
c.       Drainase
d.      Listrik dan Telekomunikasi
e.      Sanitasi
Analisis kebutuhan prasarana
Mengetahui jumlah prasarana yang dibutuhkan
UU Paku Alam
UU Pemerintah
Analisis Kualitatif

Sumber: Analisis Kelompok 3, 2012

3.4    TUJUAN PERENCANAAN
“MENCIPTAKAN KABUPATEN KULONPROGO SEBAGAI PUSAT INVESTASI REGIONAL BERBASIS AGRIKULTUR”
Kabupaten Kulonprogo saat ini merupakan kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi  di Provinsi DIY, hal ini di sebabkan minimnya  potensi dan pengembangan daerah yang dimiliki Kabupaten Kulonprogo. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan sisanya menempati sektor–sektor lain seperti pariwisata atau industri. Sektor Industri mendapat sorotan khusus karena daerah pesisir Kulonprogo memunyai potensi pasir besi dengan kualitas terbaik di Indonesia, namun potensi tersebut belum bias di manfaatkan dengan maksimal, hal ini dikarenakan pihak investor dan pemerintah masih berselisih dengan warga Kulonprogo tentang dampak lingkungan dan dampak sosial yang terjadi ketika tambang  pasir besi tersebut dibangun dan beroprasi.
                Rencana pembangunan Bandar udara yang selama ini berada di pusat kota Yogyakarta mengakibatkan banyak developer masuk ke Kulonprogo. Hal ini berakibat pada komposisi penggunaan lahan Kulonprogo di masa mendatang.Jika tidak dikelola dengan baik maka akan terjadi konversi lahan pertanian besar–besaran, yang mengakibatkan mayoritas penduduk Kulonprogo yang bergerak di sektor pertaninan terancam kesejahteraannya.

3.5    SASARAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
a)      Tersusunnya peraturan pemerintahan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 Kab.Kulonprogo sudah mempunyai regulasi dan peraturan pemerintahan yang dapat mengakomodasi kebutuhan investor, namun juga dapat mengendalikan dampak negarif dari investor, seperti disparitas, konversi lahan dan lainya.
b)      Terbentuknya Zonasi Tata Guna Lahan dan AMDAL pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 juga Kab.Kulonprogo selain mempuyai peraturan dan regulasi pemerintahan yang baik, juga sudah mempunyai aturan zonasi TGL yang sudah memenuhi kriteria, terutama terhadap pembangunan tambang pasir besi, bandara dan pelabuhan di daerah Pesisir Kab.Kulonprogo.
c)      Terbangunnya kebutuhan akan Sarpras pada tahun 2018.
Pada tahun 2018 Kab.Kulonprogo sudah dapat memenuhi sarana dan prasarana pendukung  kegiatan perekonomian dan kebutuhan masyarakat Kab. Kulonprogo.
d)      Meningkatnya kegiatan Produktifitas pertanian pada tahun 2020.
Pada tahun 2020 Kab.Kulonprogo telah mampu memenuhi kebutuhan akan pertanian daerah Kab. Kulonprogo sendiri dan diharapkan dapat melakukan ekspor hasil produksi pertanian sehingga dapat menjadi salah satu Kabupaten dengan basis pertaninan yang unggul.         
e)      Terintegrasinya kegiatan pertanian dan sektor swasta sebagai basis perekonomian Kab. Kulonprogo pada tahun 2022.
Pada tahun 2022 Kab.Kulonprogo menjadi kabupaten dengan integrasi yang baik antar sektor, terutama sektor pertaninan dan sektor swasta sehingga dapat menjadi basisekonomi Kulonprogo.

3.6  KONSEP PERENCANAAN
                Perencanaan regional merupakan tindak lanjut dari kegiatan perencanaaan yang dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing – masing daerah/wilayah yang menuntut adanya campur tangan pihak pemerintah pada tingkat regional.Selain itu terjadinya perkembangan daerah perkotaan yang sangat pesat sehingga menimbulkan permasalahan, dan terjadinya ketidakmerataan pembangunan antar wilayah/ kawasan menuntut dibutuhkannnya suatu pendekatan melalui perencanaan regional. Saat ini Wates sebagai ibu kota kabupaten Kulonprogo mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini ditandai dengan penggunaan lahan yang cenderung non pertanian, pedagangan, permukiman, pendidikan dan pemerintahan, sehingga terjadi pemusatan aktivitas di daerah ini. Hal tersebut menimbulkan disparitas terhadap wilayah lain yang cenderung stagnan dan tidak berkembang. Selain itu adanya rencana  pembangunan mega proyek bandara di Wates yang akan terealisasi pada tahun 2019 ini dapat meningkatkan kecenderungan dan pemusatan seluruh aktivitas yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi daerahnya maupun daerah sekitar. Untuk itu peranan utama dari perencanaan regional adalah mengatasi secara langsung persoalan – persoalan fungsional yang berkenaan dengan pembangunan tingkat regional. Hal ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan berdasarkan teori Strategic Plan for the South East (Glasson,1990) sebagai berikut:
                Peranan perencanaan regional, pada satu pihak perencanaan regional adalah suatu perluasan dari perencanaan lokal, yang terutama menangani masalah – masalah lokal, seperti perpindahan dan persebaran penduduk dan kesempatan kerja, interkasi yang kompleks antara kebutuhan –kebutuhan sosial, ekonomi, penyediaan fasilitas – fasilitas, jaringan komunikasi utama, rekreasi yang hanya dapat diputuskan bagi daerah – daerah yang jauh lebih besar daripada daerah – daerah yang jauh lebih besar daripada wewenang daerah – daerah wewenang dari penguasa – penguasa perencanaan lokal yang ada.
                Pada pihak lain, perencanaan regional adalah berkenaan dengan arus penduduk dan kesempatan kerja interregional, berkenaan dengan ketersediaan dan penggunaan sumber daya, dan dengan prospek – prospek ekonomi jangka panjang yang pengkajiannya tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya kecuali dalam kerangka perimbangan yang akan dicapai
antara pertumbuhan di suatu daerah dan syarat – syarat pertumbuhan di bagian daerah-daerah lainnya, dalam hal yang mana hanya pemerintah yang dapat mengambil keputusan.
                Menanggapi permasalahan yang terkait migrasi, kesempatan kerja , sosial,ekonomi, penyediaan fasilitas penggunaan sumber daya yang terjadi Kabupaten Kulonprogo sendiri dapat dilakukan dengan dua pendekatan untuk merangkul dan mencari solusi dari akar masalah aspek yang berbeda.
                Untuk melakukan perencanaan regional terlebih dahulu harus ada perencanaan intraregional, yaitu perencanaan daerah dengan sasaran utama pencapaian hubungan yang memuaskan antara penduduk, pekerjaan dan lingkungan di dalam daerah yang bersangkutan dengan mengidentifikasi tujuan sosial berkenaan dengan faktor – faktor penyediaan fasilitas – fasilitas perumahan, sosial, kultural dan rekreasi, tujuan – tujuan ekonomi berkenaan dengan pengendalian kerugian – kerugian yang ditimbulkan kongesti perkotaan berkenaan dengan penyebaran investasi baru, tujuan – tujuan astetik berkenaan dengan masalah – masalah, seperti kualitas lingkungan dan keindahan daerah  perkotaan.
                Untuk menyusun perencanaan regional terlebih dahulu diidentifikasi inti (core) dan wilayah pinggiran/sekitar (periphery) dari wilayah itu.Core dari wilayah merupakan pusat pertumbuhan atau kutub pertumbuhan yang merupakan “jantung” kegiatan Kabupaten Kulonprogo yang terletak di Wates.Sedangkan periphery merupakan daerah pinggiran atau pendukung dari pusat (core) tersebut.
                Antara pusat dan pertumbuan dan wilayah sekitar memiliki keterkaitan dan ketergantungan, baik dalam kegiatan ekonomi, sosial maupun secara fisik, sehingga  membentuksuatu sistem wilayah yang terpadu. Hal akan menimblkan dua bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar, yaitu pengaruh yang menguntungkan (favourable effects) mencakup aliran kegiatan – kegiatan investasi (spread effects/trickling down effects) dari pusat ke wilayah sekitar.  Kedua akan menimbulkan pengaruh yang kurang menguntungkan (unfavorable effects) mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk aliran modal dari wilayah pinggiran ke inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk mengimbangi perkembangan wilayah initi.
                Oleh sebab itu intervensi dari pihak pemerintah untuk menciptakan pengaruh yang menguntungkan tetap diperlukan dan tetap harus diarahkan pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.Untuk mencapai hal itu, perlu disusun suatu perencanaan regional yang terpadu dengan pertimbangan – pertimbangan kegiatan ekonomi di wilayah itu. Kegiatan ekonomi  ini pada dasarnya gabungan dari berbai kegiatan sektoral. Oleh karenanya, pelaksanaan rencana regional di Kabupaten Kulonprogo ini diterjemahkan ke dalan rencana sektoral dengan tetap memperhatikan keterpaduan dalam wilayah yang bersangkutan.Sehingga dibutuhkan koordinasi menyeluruh antar masing – masing sektor, pemerintah daerahdan masing – maing kawasan yang terkait.
Alternatif  dari berbagai pendekatan komprehensif di dalam menghadapi permasalahan dan kongesti perkotaan adalah dengan membangun kota baru. Berdasarkan permasalahan, kebutuhan dan perkembangannya, maka kota baru yang dikembangkan umumnya ada tiga jenis.
                Pertama, kota baru yang dikembangkan sebagai suatu upaya penyelesaian masalah perkotaan dan internal yang berupa program rehabilitasi, peningkatan kualitas lingkungan, atau peremajaan bagian – bagian kota berskala besar yang sudah tumbuh dan berkembang yang dikenal dengan “new town in town” (NTIT ). Kedua, pengembangan skala besardari suatu kota sehingga memiliki kelengkapan setara kota besar. Ketiga, suatu pembangunan secara desentralisasi melalui pengembangan permukiman baru setara kota, bak yang khusus menyediakan perumahan yang umumya berlokasi di wilayah pinggiran kota maupun pada lokasi yang berjarak dekat kota induk atau suatu permukiman baru yang mandiri pada suatu wilayah yang sama sekali baru trebuka.
                Dari tiga jenis konsep, konsep ketiga yang dipilih untuk merumuskan rencana pembangunan kota baru Satelit di Kulonprogo sebagai daerah periphery dari Wates. Hubungan fungsi kota baru satelit yang akan dibangun di Kabupaten Kulonprogo digambarkan dalam tabel berikut:









Tabel III.3
Hubungan Fungsi Kota Baru Satelit di Kabupaten Kulonprogo
Kategori Kota Baru
Jenis Kota baru
Karakteristik Kota Baru
Kota baru Penunjang, yaitu suatu kota baru yang merupakan bagian, baik secara fungsional maupun fisik dari kota utama. Ketergantungan fungsional kepada kota utama besar.
Kota Baru satelit dan Kota Baru satelit Khusus
Tujuan pembangunannya
1.    Untuk memecahkan masalah perumahan di kota besar atau suatu kota induk
2.    Untuk menyebarkan penduduk kota
3.    Untuk membangun perumahan, khususnya seperti perumahan dengan standar tnggi atau menengah.
4.    Merupakan arah pengembangan kota induk
5.    Untuk menempatkan kegiatan fungsional kota yang khusus yang karena  kebutuhan lokasi dan luas lahan yang khusus, seperti kampus (universitas), bandara , kota pelabuhan dan resor rekereasi kota.
Lokasi
1.    Di wilayah pinggiran kota (fringe areas) dari suatu kota besar atau kota induk
2.    Berbatasan langsung dengan kota induk atau pada suatu wilayah sampai 40 km dari kota induk dan terpisah oleh suatu jalur hijau.
Fungsi sosial-ekonomis kota baru
1.    Pada umumnya penduduk sebagai penglaju (commuters) yang bekerja di kota induk.
2.    Karena fungsi utamanya sebagai perumahan (dormitory newtown) atau kegiatan khusus yang merupakan bagian dari fungsi kota induk dan adanya ketergantungan fungsional pada kota lainnya.
Sifat fisik
1.    Secara tata ruang merupakan bagian wilayah kota yang diperuntukkan sebagai kawasan perumahan, wilayah untuk perluasan kota dan RTH kota.
2.    Tidak memiliki suatu identitas fisik khusus.
Pembangunan dan pengembangan kota baru pada dasarnya akan dapat merupakan salah satu alternatif di di dalam usaha memecahkan masalah perkotaan dan merangsang pertumbuhan periphery kota untuk menciptakan kota satelit sebagai pendukung dari core kota atau kota induk.
Sumber: Soegijoko,Sugijanto. “Perencanaan Regional dan Pembangunan Kawasan Terpadu”, Bunga rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Grasindo. 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar