3.3 METODE ANALISIS DAN KERANGKA
ANALISIS
Dalam melakukan analisis ada
beberapa metode analisis yang digunakan, antara lain:
a. Analisis
Kuantitatif
Dalam analisis ini data yang digunakan berupa
data-data angka yang mana dalam pengolahannya data ini menggunakan rumus-rumus
perhitungan yang berupa operasi matematika.Data
yang dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis kuantitatif
diantaranya adalah data statistik dan data diagram atau grafik. Output
dari analisis ini berupa angka. Data yang termasuk dalam data kuantitatif
antara lain adalah data kependudukan, data
hasil produksi, data PDRB Kabupaten Kulonprogo,dan data jumlah sarana.
Berikut ini ada beberapa analisis yang menggunakan metode kuantitatif:
Analisis
kependudukan
Dalam analisis ini yang dibahas terkait tentang
data yang berhubungan dengan kependudukan seperti jumlah penduduk, penduduk
datang, mati dan lahir, penduduk menurut tingkat pendidikan, penduduk menurut
umur, penduduk menurut mata pencaharian.Untuk mengetahui
pertumbuhan penduduk menggunakan proyeksi
linier dimana mempunyai perhitungan sebagai berikut:
Pt
= Po (1+r)n
Pt = Jumlah Penduduk pada Tahun (Proyeksi)
Po = Jumlah
Penduduk Tahun Awal
r = Laju Pertumbuhan Penduduk
n = Selisih Tahun Proyeksi dan Tahun Awal
Dengan analisis
kependudukan ini dapat memprediksi juga pergerakan penduduk di tahun-tahun
mendatang.
Analisis ekonomi
Dalam analisis ini terkait dengan data perekonomian yang meliputi data
PDRB time series, dan data hasil produksi. Dalam analisis
ini yang dibahas berkaitan dengan sektor ekonomi basis, sektor unggulan, mata
pencaharian penduduk dominan, data terkait hasil produksi.. Data yang
dibutuhkan meliputi : PDRB Kabupaten Kulonprogo time series, data penduduk
menurut mata pencaharian dan data karakteristik perekonomian Kabupaten Kulonprogo
yang dibandingkan dengan provinsi DIY . Untuk menegtahui sektor ekonomi yang
menjadi basis di Kabupaten Kulonprogo dapat menggunakan analisis LQ, sedangkan
untuk sektor unggulan dapat menggunakan analisis gabungan antara LQ dan shift
share. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Teknik
analisis Location Quotient (LQ), menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
LQ = Location Quotient
ps = produksi atau kesempatan kerja sektor i, pada tingkat lokal
pl = produksi atau kesempatan kerja
sektor total, pada tingkat lokal
Ps = produksi atau kesempatan kerja
sektor i, pada tingkat regional
Pl = produksi atau kesempatan kerja
sektor total, pada tingkat regional
Sedangkan teknik analisis Shift Share, menggunakan rumusan sebagai berikut:
Keterangan:
PE = pertumbuhan
ekonomi wilayah lokal
Yt = indikator ekonomi
wil. Nasional, akhir tahun analisis.
Yo = indikator ekonomi
wil. Nasional, awal tahun analisis.
Yit = indikator ekonomi
wil. Nasional sektor i, akhir tahun analisis.
Yio = indikator ekonomi
wil. Nasional sektor i ,awal tahun analisis.
yit = indikator ekonomi
wil. Lokal sektor i , akhir tahun analisis.
yio = indikator ekonomi
wil. Lokal sektor i , awal tahun analisis.
Jika rumus pergeseran bersih
atau PB, sebagai berikut
Di mana:
Jika PB ≥ 0 à sektor
tersebut progresif
Jika PB < 0 à sektor
tersebut mundur
Analisis kebutuhan sarana dan prasarana
Dalam analisis ini
terkait dengan jumlah prasarana yang diperlukan yang sesuai dengan standar PU
(Pekerjaan Umum), data yang digunakan meliputi data jumlah penduduk dan juga
standar kebutuhan sarana dan prasarana. Metode analisis yang
digunakan adalah metode perhitungan jumlah sarana dan prasarana berdasarkan
standar, sebagai berikut:
Kebutuhan Sarana
dan Prasarana X = Jumlah Penduduk
Standar
sarana dan prasarana
Selain dengan metode diatas analisis sarana juga dapat menggunakan analisis
Skalogram-Guttman dan juga Indeks Sentralitas Marshal. Perhitungannya sebagai
berikut:
Analisis indeks sentralitas Marshall
Digunakan dengan memberikan bobot
pada fasilitasyang ada dan dengan analisis ini dapat ditentukan hierarki dari
masing-masing kota.Untukmenentukan nilai sentralitas atau bobot dapat dihitung
dari persamaan berikut:Jumlah Kelas = 1+ 3,3 log n
C=
C : Bobot dari
atribut suatu fasilitas
t : Nilai
sentralitas gabungan
T : Jumlah
total atribut fasilitas
Analisis
Skalogram- Guttman
Analisis skalogram biasanya kemudian diberikan
tambahan bobot untuk menghasilkananalisis yang lebih baik. Dengan beberapa
tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau logaritma Reed-Muench, tabel
skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanansetiap fungsi dan
pusat permukiman yang dihasilkan.Tahapan dalam analisis skalogram yaitu:
·
Identifikasi semua kawasan perkotaan yang ada
·
Perhitungan jumlah penduduk di setiap kawasan
perkotaan
·
Identifikasi fungsi-fungsi
perkotaan yang ada di setiap kawasan perkotaan
·
Proses tabulasi dan pengurutan,
sehingga keluar tabel hirarki pusat permukimanNilai atau tingkat kelayakan
nilai pada analisis ini yaitu 0,9- 1. Tingkat kesalahan ini dapat dihitung dengan rumus:
Untuk menentukan kelayakan skalogram maka digunakan
rumus perhitungan:
COR =
COR :koefisien reliabilitas
Total
jenis
fasilitas : jumlah seluruh fasilitas dlm tangga hirarki
pusat pelayanan
Jumlah
kesalahan : penyimpangan jumlah luar atau
dalam tangga hirarki
Nilai
COR yang ideal antara 0,9-1
b. Analisis Kualitatif
Merupakan data yang berupa
deskripsi dan bersifat non numerik.Dalam penerapannya, data kualitatif dapat
diolah melalui berbagai metode seperti Analisis Guttman, Analisis Agregat dan
Analisis Intra Wilayah. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis
deskriptif kualitatif dan analisis komparatif. Analisis deskriptif kualitatif
digunakan untuk mempermudah dalam penjelasan dan deskripsi wilayah
studi.Sedangkan analisis deskriptif komparatif digunakan untuk melihat
perbedaan dan persamaan di wilayah studi.
Tabel III.2
Kerangka Analisis
Input
|
Proses
|
Output
|
a.
PDRB time series
b.
Data hasil produksi
|
a. Analisis LQ dan Shift Share
b. Grafik dan Tabel
c. Analisis agregat dan intra wilayah
|
a. Sektor Ekonomi Basis
b. Sektor Unggulan
c. Peningkatan/
Penurunan PDRB
|
a.
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
b.
Jumlah penduduk berdasarkan umur
c.
Jumlah penduduk lahir, matii dan migrasi
d.
Jumlah kepadatan penduduk
e.
Jumlah penduduk miskin time series
f.
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
g.
Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraan
|
a. Grafik dan Tabel
b. Pemetaan:
·
Tematik
·
Density
c. Analisis agregat dan intra wilayah
d. Analisis Trendline
|
a. Mengetahui laju pertumbuhan
b. Mengetahui daerah persebaran
c. Mengetaui persebaran kepadatan
d. Proyeksi penduduk
e. Mengetahui presentase terbesar
|
Data jumlah sarana yang meliputi:
a.
Sarana Pendididkan
b.
Sarana Kesehatan
c.
Sarana Peribadatan
d.
Sarana Perdagangan
|
a. Analisis Marshall dan Guttman
b. Pemetaan buffering
|
a. Mengetahui kebutuham sarana
b. Penentuan orde kota
c. Jangkauan pelayanan
|
Peta jaringan jalan
|
Network Analyst
|
Mengetahui tingkat aksesibilitas
|
a.
Peta topografi
b.
Peta klimatologi
c. Peta litologi
|
Analisis daya dukung lahan
|
Mengetahui fungsi kawasan
|
Peta persebaran bangunan time series
|
Figure Ground
|
Arah perkembangan wilayah dan presentase
laju pertumbuhan
|
Data ketersediaan prasarana yang
meliputi:
a.
Air bersih
b.
Persampahan
c.
Drainase
d.
Listrik dan Telekomunikasi
e.
Sanitasi
|
Analisis kebutuhan prasarana
|
Mengetahui jumlah
prasarana yang dibutuhkan
|
UU Paku Alam
UU Pemerintah
|
Analisis Kualitatif
|
Sumber:
Analisis Kelompok 3, 2012
3.4 TUJUAN PERENCANAAN
“MENCIPTAKAN
KABUPATEN KULONPROGO SEBAGAI PUSAT INVESTASI REGIONAL BERBASIS AGRIKULTUR”
Kabupaten Kulonprogo saat ini merupakan kabupaten dengan
angka kemiskinan tertinggi di Provinsi
DIY, hal ini di sebabkan minimnya
potensi dan pengembangan daerah yang dimiliki Kabupaten Kulonprogo.
Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan sisanya menempati sektor–sektor
lain seperti pariwisata atau industri. Sektor Industri mendapat sorotan khusus
karena daerah pesisir Kulonprogo memunyai potensi pasir besi dengan kualitas
terbaik di Indonesia, namun potensi tersebut belum bias di manfaatkan dengan
maksimal, hal ini dikarenakan pihak investor dan pemerintah masih berselisih
dengan warga Kulonprogo tentang dampak lingkungan dan dampak sosial yang
terjadi ketika tambang pasir besi
tersebut dibangun dan beroprasi.
Rencana
pembangunan Bandar udara yang selama ini berada di pusat kota Yogyakarta
mengakibatkan banyak developer masuk ke Kulonprogo. Hal ini berakibat pada
komposisi penggunaan lahan Kulonprogo di masa mendatang.Jika tidak dikelola
dengan baik maka akan terjadi konversi lahan pertanian besar–besaran, yang mengakibatkan
mayoritas penduduk Kulonprogo yang bergerak di sektor pertaninan terancam
kesejahteraannya.
3.5 SASARAN
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
a)
Tersusunnya
peraturan pemerintahan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 Kab.Kulonprogo sudah mempunyai
regulasi dan peraturan pemerintahan yang dapat mengakomodasi kebutuhan
investor, namun juga dapat mengendalikan dampak negarif dari investor, seperti
disparitas, konversi lahan dan lainya.
b)
Terbentuknya
Zonasi Tata Guna Lahan dan AMDAL pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 juga Kab.Kulonprogo selain mempuyai
peraturan dan regulasi pemerintahan yang baik, juga sudah mempunyai aturan
zonasi TGL yang sudah memenuhi kriteria, terutama terhadap pembangunan tambang
pasir besi, bandara dan pelabuhan di daerah Pesisir Kab.Kulonprogo.
c)
Terbangunnya kebutuhan akan Sarpras pada tahun 2018.
Pada
tahun 2018 Kab.Kulonprogo sudah dapat memenuhi sarana dan prasarana
pendukung kegiatan perekonomian dan
kebutuhan masyarakat Kab. Kulonprogo.
d)
Meningkatnya kegiatan Produktifitas pertanian pada tahun
2020.
Pada
tahun 2020 Kab.Kulonprogo telah mampu memenuhi kebutuhan akan pertanian daerah
Kab. Kulonprogo sendiri dan diharapkan dapat melakukan ekspor hasil produksi
pertanian sehingga dapat menjadi salah satu Kabupaten dengan basis pertaninan
yang unggul.
e)
Terintegrasinya kegiatan pertanian dan sektor swasta
sebagai basis perekonomian Kab. Kulonprogo pada tahun 2022.
Pada
tahun 2022 Kab.Kulonprogo menjadi kabupaten dengan integrasi yang baik antar
sektor, terutama sektor pertaninan dan sektor swasta sehingga dapat menjadi
basisekonomi Kulonprogo.
3.6 KONSEP PERENCANAAN
Perencanaan regional merupakan
tindak lanjut dari kegiatan perencanaaan yang dilakukan karena adanya perbedaan
kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing – masing
daerah/wilayah yang menuntut adanya campur tangan pihak pemerintah pada tingkat
regional.Selain itu terjadinya perkembangan daerah perkotaan yang sangat pesat
sehingga menimbulkan permasalahan, dan terjadinya ketidakmerataan pembangunan
antar wilayah/ kawasan menuntut dibutuhkannnya suatu pendekatan melalui
perencanaan regional. Saat ini Wates sebagai ibu kota kabupaten Kulonprogo
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini
ditandai dengan penggunaan lahan yang cenderung non pertanian, pedagangan,
permukiman, pendidikan dan pemerintahan, sehingga terjadi pemusatan aktivitas
di daerah ini. Hal tersebut menimbulkan disparitas terhadap wilayah lain yang
cenderung stagnan dan tidak berkembang. Selain itu adanya rencana pembangunan mega proyek bandara di Wates yang
akan terealisasi pada tahun 2019 ini dapat meningkatkan kecenderungan dan
pemusatan seluruh aktivitas yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
daerahnya maupun daerah sekitar. Untuk itu peranan utama dari perencanaan
regional adalah mengatasi secara langsung persoalan – persoalan fungsional yang
berkenaan dengan pembangunan tingkat regional. Hal ini dapat dilakukan dengan
dua pendekatan berdasarkan teori Strategic
Plan for the South East (Glasson,1990) sebagai berikut:
Peranan
perencanaan regional, pada satu pihak perencanaan regional adalah suatu
perluasan dari perencanaan lokal, yang terutama menangani masalah – masalah
lokal, seperti perpindahan dan persebaran penduduk dan kesempatan kerja,
interkasi yang kompleks antara kebutuhan –kebutuhan sosial, ekonomi, penyediaan
fasilitas – fasilitas, jaringan komunikasi utama, rekreasi yang hanya dapat
diputuskan bagi daerah – daerah yang jauh lebih besar daripada daerah – daerah
yang jauh lebih besar daripada wewenang daerah – daerah wewenang dari penguasa
– penguasa perencanaan lokal yang ada.
Pada pihak lain, perencanaan
regional adalah berkenaan dengan arus penduduk dan kesempatan kerja
interregional, berkenaan dengan ketersediaan dan penggunaan sumber daya, dan
dengan prospek – prospek ekonomi jangka panjang yang pengkajiannya tidak dapat
dilakukan sebagaimana mestinya kecuali dalam kerangka perimbangan yang akan
dicapai
antara
pertumbuhan di suatu daerah dan syarat – syarat pertumbuhan di bagian
daerah-daerah lainnya, dalam hal yang mana hanya pemerintah yang dapat
mengambil keputusan.
Menanggapi permasalahan yang
terkait migrasi, kesempatan kerja , sosial,ekonomi, penyediaan fasilitas
penggunaan sumber daya yang terjadi Kabupaten Kulonprogo sendiri dapat
dilakukan dengan dua pendekatan untuk merangkul dan mencari solusi dari akar
masalah aspek yang berbeda.
Untuk melakukan perencanaan
regional terlebih dahulu harus ada perencanaan intraregional, yaitu perencanaan daerah dengan sasaran utama
pencapaian hubungan yang memuaskan antara penduduk, pekerjaan dan lingkungan di
dalam daerah yang bersangkutan dengan mengidentifikasi tujuan sosial berkenaan
dengan faktor – faktor penyediaan fasilitas – fasilitas perumahan, sosial,
kultural dan rekreasi, tujuan – tujuan ekonomi berkenaan dengan pengendalian
kerugian – kerugian yang ditimbulkan kongesti perkotaan berkenaan dengan
penyebaran investasi baru, tujuan – tujuan astetik berkenaan dengan masalah –
masalah, seperti kualitas lingkungan dan keindahan daerah perkotaan.
Untuk menyusun perencanaan
regional terlebih dahulu diidentifikasi inti (core) dan wilayah pinggiran/sekitar (periphery) dari wilayah itu.Core
dari wilayah merupakan pusat pertumbuhan atau kutub pertumbuhan yang merupakan
“jantung” kegiatan Kabupaten Kulonprogo yang terletak di Wates.Sedangkan periphery merupakan daerah pinggiran
atau pendukung dari pusat (core)
tersebut.
Antara pusat dan pertumbuan dan
wilayah sekitar memiliki keterkaitan dan ketergantungan, baik dalam kegiatan
ekonomi, sosial maupun secara fisik, sehingga
membentuksuatu sistem wilayah yang terpadu. Hal akan menimblkan dua
bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar, yaitu
pengaruh yang menguntungkan (favourable
effects) mencakup aliran kegiatan – kegiatan investasi (spread effects/trickling down effects) dari pusat ke wilayah
sekitar. Kedua akan menimbulkan pengaruh
yang kurang menguntungkan (unfavorable
effects) mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk
aliran modal dari wilayah pinggiran ke inti, sehingga mengakibatkan
berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya
diperlukan untuk mengimbangi perkembangan wilayah initi.
Oleh sebab itu intervensi dari
pihak pemerintah untuk menciptakan pengaruh yang menguntungkan tetap diperlukan
dan tetap harus diarahkan pada kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.Untuk mencapai hal itu, perlu disusun suatu perencanaan regional
yang terpadu dengan pertimbangan – pertimbangan kegiatan ekonomi di wilayah
itu. Kegiatan ekonomi ini pada dasarnya
gabungan dari berbai kegiatan sektoral. Oleh karenanya, pelaksanaan rencana
regional di Kabupaten Kulonprogo ini diterjemahkan ke dalan rencana sektoral
dengan tetap memperhatikan keterpaduan dalam wilayah yang bersangkutan.Sehingga
dibutuhkan koordinasi menyeluruh antar masing – masing sektor, pemerintah
daerahdan masing – maing kawasan yang terkait.
Alternatif dari berbagai pendekatan komprehensif di
dalam menghadapi permasalahan dan kongesti perkotaan adalah dengan membangun
kota baru. Berdasarkan permasalahan, kebutuhan dan perkembangannya, maka kota
baru yang dikembangkan umumnya ada tiga jenis.
Pertama, kota
baru yang dikembangkan sebagai suatu upaya penyelesaian masalah perkotaan dan
internal yang berupa program rehabilitasi, peningkatan kualitas lingkungan,
atau peremajaan bagian – bagian kota berskala besar yang sudah tumbuh dan
berkembang yang dikenal dengan “new town
in town” (NTIT ). Kedua,
pengembangan skala besardari suatu kota sehingga memiliki kelengkapan setara
kota besar. Ketiga, suatu pembangunan
secara desentralisasi melalui pengembangan permukiman baru setara kota, bak
yang khusus menyediakan perumahan yang umumya berlokasi di wilayah pinggiran
kota maupun pada lokasi yang berjarak dekat kota induk atau suatu permukiman
baru yang mandiri pada suatu wilayah yang sama sekali baru trebuka.
Dari
tiga jenis konsep, konsep ketiga yang dipilih untuk merumuskan rencana
pembangunan kota baru Satelit di Kulonprogo sebagai daerah periphery dari Wates. Hubungan fungsi kota baru satelit yang akan
dibangun di Kabupaten Kulonprogo digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel III.3
Hubungan Fungsi Kota Baru Satelit di Kabupaten Kulonprogo
Kategori Kota Baru
|
Jenis Kota baru
|
Karakteristik Kota Baru
|
Kota
baru Penunjang, yaitu suatu kota baru yang merupakan bagian, baik secara
fungsional maupun fisik dari kota utama. Ketergantungan fungsional kepada
kota utama besar.
|
Kota Baru satelit dan Kota Baru satelit Khusus
|
Tujuan pembangunannya
1.
Untuk
memecahkan masalah perumahan di kota besar atau suatu kota induk
2.
Untuk
menyebarkan penduduk kota
3. Untuk membangun perumahan,
khususnya seperti perumahan dengan standar tnggi atau menengah.
4. Merupakan arah pengembangan kota
induk
5.
Untuk
menempatkan kegiatan fungsional kota yang khusus yang karena kebutuhan lokasi dan luas lahan yang
khusus, seperti kampus (universitas), bandara , kota pelabuhan dan resor
rekereasi kota.
Lokasi
1.
Di
wilayah pinggiran kota (fringe areas)
dari suatu kota besar atau kota induk
2.
Berbatasan
langsung dengan kota induk atau pada suatu wilayah sampai 40 km dari kota
induk dan terpisah oleh suatu jalur hijau.
Fungsi sosial-ekonomis kota baru
1. Pada umumnya penduduk sebagai
penglaju (commuters) yang bekerja
di kota induk.
2. Karena fungsi utamanya sebagai
perumahan (dormitory newtown) atau
kegiatan khusus yang merupakan bagian dari fungsi kota induk dan adanya
ketergantungan fungsional pada kota lainnya.
Sifat fisik
1.
Secara
tata ruang merupakan bagian wilayah kota yang diperuntukkan sebagai kawasan
perumahan, wilayah untuk perluasan kota dan RTH kota.
2.
Tidak
memiliki suatu identitas fisik khusus.
|
Pembangunan
dan pengembangan kota baru pada dasarnya akan dapat merupakan salah satu
alternatif di di dalam usaha memecahkan masalah perkotaan dan merangsang
pertumbuhan periphery kota untuk
menciptakan kota satelit sebagai pendukung dari core kota atau kota induk.
Sumber: Soegijoko,Sugijanto. “Perencanaan Regional
dan Pembangunan Kawasan Terpadu”, Bunga
rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Grasindo. 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar